Perbaiki Niat, Kunci Sukses Berbisnis Secara Halal

Ada seorang kolegaku bilang begini, “Gak bakal deh dia mau ngasih apa yang diminta soalnya emang tipe orangnya gitu. Pokoknya susah lah, mbak. ” Lho, aku jadi bingung. Bukan kah dia memang menginginkan sesuatu dari temannya itu? terlepas apapun kepentingannya selama itu positif, bukankah sebaiknya dia berusaha walaupun secuil? kecuali bila itu gak penting baginya.

Baiklah kolegaku, jadikan aku tong sampah. Bila kamu membutuhkan saranku, maka akan diberikan.

Makanya hari ini aku mau berbagi sedikit mengenai “susah” di sini berhubung “merasa kesusahan” itu bagian dari prasangka buruk, dan semoga bermanfaat bagi para pembaca.

Di dunia ini apa sih yang gak susah?

Mereka yang masih bayi, masih anak – anak itu masih suci, masih murni alias pikirannya belum terkontaminasi dengan prasangka – prasangka buruk. Bahagianya mereka karena hati yang bersih. Kalo melihat anak bayi, yang berusaha keras agar bisa telungkup lalu merangkak, kemudian, duduk, berdiri, dan seterusnya. Jadi malu sendiri ketika mendapati diri ini malasnya luar biasa. Jika si bayi itu malas, gak tau deh apa jadinya. Tapi justru semakin gede, semakin banyak tahu, semakin banyak informasi, malah semakin malas, gak semangat, gak tentu arah, perasaan takut ditolak lah, takut inilah, takut itulah, pokoknya yang buruk – buruk deh.

Aku bukan psikolog yah… hanya mau berbagi pengalaman.

Untungnya kita punya agama yang mengajarkan bagaimana cara mensucikan hati dan menjernihkan pikiran. Jika selama ini kita banyak membaca informasi dan berita di luar topik religi, kini saatnya kita kembali membaca buku agama, fikih, Alquran dan hadist supaya bertambah ilmu keyakinan dan keimanan terhadap agama yang dipilih.

Kenapa pula membawa-bawa agama? kecuali seorang atheist, tentunya agama itu penting dong.

Aku pernah berada dalam masa pola pikir dipenuhi prasangka buruk, apa – apa serba susah, gak yakin, buta, merasa takut dan sebagainya yang negatif sehingga bikin malas seharian, gak semangat, dan bawaannya pengen belanja terus tidur seharian. Aku juga pernah dalam posisi ketakutan bila sesuatu terjadi gak sesuai harapan sehingga aku berhenti berharap dan menjadi sosok yang acuh tak acuh.

Gak enak lah ketika berada dalam posisi itu dan gak mau lagi. Tapi yah namanya manusia gak ada yang sempurna, gak heran aku sering dihantui prasangka – prasangka negatif lagi seperti nyamuk yang suka meramaikan kamar kalo sehari aja bolong menyemprot obat nyamuk.

Lantas, apakah anak – anak itu gak merasa kesusahan menjalani semua proses beranjak dewasa itu? Iya, pasti kesusahan soalnya mereka sama seperti kita, seorang manusia, bukan dewa. Namun mereka memiliki orangtua yang menuntun dan memotivasi mereka.

Bagaimana dengan kita yang sudah dewasa? siapa pula yang akan menuntun dan memotivasi kita? orangtua kita yang sudah tua renta kah? Gak heran, banyak perusahaan yang menyelenggarakan career training, coaching, team building demi performa kerja karyawannya. Kalo gak bekerja, gimana? mau bayar personal coaching? mau bayar personal trainer? ini lho…ada agama dengan ajaran – ajarannya yang perlu dibaca dan dipahami lagi. Setidaknya ini yang bisa dilakukan olehku, kolegaku itu yang sudah berhenti bekerja.

Malas baca buku…
Malas bertanya…
Malas ini…
Malas itu…
Malas…

Menurutku, gak ada seorang pun yang mampu mengobati penyakit malas kecuali keyakinan dan keimanan. Sebab, aku pernah dalam posisi itu dan mungkin akan selalu datang menghantui hari-hariku. Hanya saja… well, aku bukan seorang ahli agama pula. Hanya… keyakinan kepada ajaran agama bahwa segala sesuatu membutuhkan proses, cukup membantuku melewati masa-masa sulit.

Kita ambil contoh lain yah; kue tiramisu favorit bisa dinikmati setelah melalui proses pengolahan ditambah rasa suka cita dan ikhlas pada orang yang mengolahnya. Orang itu, si koki, gak serta-merta bisa memasak. Dia harus belajar dulu, baca dulu, latihan dulu, dan seterusnya hingga dia menjadi ahli di bidangnya. Semua itu si koki jalani dengan motivasi dan semangat untuk memberi yang terbaik di setiap tahap pembuatan kue tiramisu. Sehingga pelanggannya pun senang bahagia menikmati hasil kerjanya.

Motivasi dan semangat lah yang dibutuhkan kolegaku itu agar mendapatkan apa yang diinginkan. Bagaimana caranya?

Keyakinan…
Keimanan…
akan ajaran agamanya.

Ini sebagai pengingat untuk diriku juga yah. Ingat gak kalo guru agama pernah mengajarkan bahwa setiap hal kecil yang kita lakukan dalam kehidupan ini harus didahului dengan niat, entah itu dalam bahasa arab atau bahasa Indonesia, terserah, yang penting niat dulu bahkan ada do’anya. Apapun yang dilakukan niatnya demi Maha Pencipta.

Pergi kuliah bukan untuk cepat mendapat pekerjaan, melainkan demi Maha Pencipta. Oh, it’s so absurd…abstrack… yes it is, sebagai pemeluk agama memang seharusnya mengaitkan urusan duniawi dengan agama kan? Pergi kuliah, lalu belajar, lalu akhirnya lulus, berharap mendapatkan pekerjaan. Kalo gak bekerja di kantoran ya gak masalah, walau hanya menjajakan dagangan di kaki lima pun no problem meskipun titelnya sarjana.

Aku pernah naik taksi dan supirnya itu titelnya Master! dia menikmati pekerjaannya sebagai supir taksi! Sebab, si supir yang titelnya sudah Master itu pemeluk agama yang baik, percaya akan ajaran agamanya, mau beriman dengan melakukan apa yang diajarkan agamanya seperti berzakat. Berzakat itu perlu penghasilan, sekecil apapun zakat yang diberikan gak masalah, yang penting kan niatnya. Gak heran, ketika si supir taksi itu bercerita bahwa setelah dirumahkan oleh perusahaannya, dia melamar jadi supir taksi. Walau gaji kecil gak masalah, yang penting halal, begitu katanya. Itu yang diajarkan agama, agama milik Maha Pencipta.

Semua orang jika ingin sukses, justru melalui banyak masa-masa sulit.

Pada akhirnya, jika aku, kolegaku itu, Anda, para pembaca, melakukan sesuatu demi Tuhan, mudah – mudahan prasangka buruk bisa dikendalikan sehingga kita gak bermalas-malasan lagi.

Prasangka buruk terkendali…
Pikiran dan hati perlahan-lahan jernih dan terkendali…
Motivasi dan semangat akan datang dengan mudah.

Susah? iya… aku pun mengalaminya. Kita ini seorang hamba yang gak ada apa-apanya bukan?
Semua susah… memang.
Aku pun sering mengalaminya, sering kali malah.

Cuma balik lagi mengingatkan diri sendiri bahwa, aku butuh melakukan hal yang baik ini demi Tuhan. Urusan hasil, bodo’ amat. Sebab, hanya Tuhan yang gak menilai seseorang dari hasil melainkan niatnya, keyakinannya, keimanannya. Berulang kali aku mengingat ini di kala merasa kesusahan.

Untuk kolegaku itu,
Jika kamu menginginkan orang itu memberi apa yang diminta apalagi itu hal yang positif, ya minta saja. Tanyakan pada orang tersebut dengan niat baik, cara yang baik. Takut kah? boleh saja asalkan segera kumpulkan keberanian dan berniat bahwa hal yang baik ini demi Tuhan. Takut itu lho…tinggal berdo’a ke Tuhan. Kalo dikasih ya syukur, kalo gak dikasih ya legowo, demi Tuhan.
Kalo gagal ya coba lagi, demi Tuhan.
Usaha lagi…
Tawakkal lagi…
Ibadah lagi…
Berdo’a Lagi…
Usaha lagi… dan seterusnya.

Mudah-mudahan aku pun selalu berniat demi Tuhan.

Tinggalkan komentar